Senin, 30 Januari 2012

Penggunaan Ponsel pada Jam pelajaran, Baik atau Buruk?



Penggunaan Ponsel pada Jam Pelajaran, Baik atau Buruk?

Remaja saat ini tidak pernah lepas dari ponsel mereka, kemanapun dan dimanapun mereka berada, mereka selalu bersama ponsel. Mungkin bisa dibilang mereka mengalami kecanduan pada ponsel. Bukan. Bukan ponsel, melainkan pada program yang ada pada ponsel mereka."Semakin canggih posel yang kau miliki saat ini, maka kamu terlihat semakin gaul". Itulah semboyan pergaulan remaja saat ini. Tak heran remaja selalu bersama ponsel mereka kemanapun mereka pergi, termasuk ke sekolah. Semua itu mereka lakukan demi tingginya pangkat mereka dalam pergaulan, bahkan fungsi ponsel sebagai alat komunikasi pun telah mereka acuhkan.
Seperti yang telah saya katakan, sekolah menjadi salah satu tempat bagi remaja untuk memamerkan harta kekayaannya, ponsel canggih contohnya. Padahal sudah tampak di tata tertib sekolah, bahwa siswa dilarang membawa ponsel.
Mengapa pihak sekolah melarang siswanya membawa ponsel ke sekolah? Alasan pertama, karena pihak sekolah tidak ingin siswanya terganggu oleh ponsel yang mereka bawa,contohnya  mereka “sms-an”  ketika KBM berlangsung.
Kedua, karena sekolah tidak menghendaki terjadinya diskriminasi antara si miskin dan si kaya. Maksudnya, di beberapa sekolah pasti berlaku hukum : “sekolah sebagai ajang gaul”. Jadi ketika si kaya memamerkan ponsel canggihnya pada (maaf) si miskin dan semua anak-anak di sekolah tentunya, dan si miskin tidak mampu memiliki ponsel seperti si kaya, maka si miskin akan merasa terkucilkan karena banyak anak di sekolah lebih memilih berteman dengan si kaya.
Di sisi lain, penggunaan ponsel pada jam pelajaran juga mampu dimanfaatkan sebagai media pembelajaran. Contohnya, beberapa hari yang lalu guru bahasa indonesia saya menyuruh kami membawa ponsel untuk bahan pembelajaran. Disana, guru kami menyuruh lima belas siswa untuk maju ke depan. Mereka akan mengirim penggalan-penggalan puisi kepada temen sebangku mereka, yang nantinya akan disusun menjadi sebuah puisi. Dengan begitu, pelajaran tersebut tidak terasa “absurd” melainkan berubah menjadi “fun learning”. Hal tersebut sangat diperlukan untuk menumbuhkan minat siswa pada sebuah mata pelajaran yang mereka anggap akan jadi mata pelajaran yang membosankan.
Jadi, penggunaan ponsel pada jam sekolah punya dua sisi. Sisi positif dan sisi negatif. Tringgal bagaimana pihak sekolah menyikapi sisi positif penggunaan ponsel pada jam pelajaran dan pihak siswa bisa menggunakan ponsel secara bijaksana.
Rindang Maulidia

X-10/23

Sabtu, 28 Januari 2012

Penggunaan Ponsel Saat Jam Pelajaran

  Saat ini ponsel bukanlah barang yang asing bagi pelajar, terutama pelajar SMA. Penggunaan ponsel sudah seperti makanan pokok bagi mereka. Selain untuk berkomunikasi, ponsel juga memiliki segudang fungsi yang sangat memudahkan anak-anak jaman sekarang. Contohnya saja, internet di ponsel yang dapat diakses dengan mudahnya. Ponsel-ponsel dengan koneksi internet tersebut sekarang ini sudah bisa didapat dengan harga yang relatif murah.
   Internet merupakan dunia yang sangat luas. Di dalamnya bermacam-macam hal dapat kita temukan. Baik maupun buruk, bermanfaat atau tidak, semuanya ada di sana. Apalagi sekarang ini ponsel dengan koneksi internet sudah bertebaran dimana-mana yang berarti para pelajar lebih dimudahkan . Misalnya saja, para pelajar dapat menggunakan ponsel sebagai bahan tugas, tambahan materi dan sebagainya.
   Tidak hanya itu, aplikasi dalam ponsel juga cukup berguna seperti kamus, kalkulator, converter, dan lain-lain. Namun, cukup disayangkan para pelajar saat ini justru menyalahgunakan penggunaan ponsel pada saat yang tidak tepat, contohnya pada saat jam pelajaran berlangsung. Misalnya saja, mereka justru menggunakan ponsel untuk sms-an, browsing, membuka jejaring seperti Facebook dan Twitter, main game, dan sebagainya. Hal tersebut pasti akan membuyarkan konsentrasi mereka terhadap pelajaran yang dapat berimbas kepada kepribadian dan prestasi siswa.
   Faktor utama penggunaan ponsel saat pelajaran berlangsung mungkin karena murid-murid kurang bisa memfokuskan diri dalam pelajaran. Mereka mudah teralihkan, mudah bosan, mengantuk, kurang berkonsentrasi, dan lainnya. Akan tetapi, tidak menutup kemungkinan karena faktor guru yang mengajar dengan cara yang kurang menarik atau mungkin kurang bisa mengawasi murid-muridnya dengan baik.
   Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa ponsel mempunyai dampak positif dan negatif. Semuanya itu tergantung terhadap cara murid-murid menyikapi penggunaannya.  Maka dari itu, baik murid maupun guru diharapkan bisa meningkatkan kesadaran diri. Sehingga kegiatan belajar mengajar dapat berjalan dengan lebih baik.

Nisa Nuraini H. (19)

Kamis, 26 Januari 2012

Kantin Kejujuran :)

Oleh: Devita Putri M.W (06)


Kantin merupakan salah satu tempat favorit bagi para pelajar untuk melepas penat setelah memeras otak di dalam kelas. Biasanya, kantin terdiri dari satu penjual dan satu pembeli. Penjual bertugas untuk melayani pembeli.
                Akan tetapi, sebuah kantin yang terdapat  di SMA N 1 Salatiga tidak seperti itu. Dikantin ini, anda  tidak akan menjumpai satu orang pun yang bertugas sebagai penjual. Maka dari itu, di kantin ini pembeli harus melayani dirinya sendiri. Kantin ini dinamakan kantin kejujuran.
                Kantin kejujuran ini memang baru saja di buka. Akan tetapi, kantin kejujuran ini mendapat tanggapan yang cukup bagus dari para siswa. Dikantin kejujuran ini para siswa dituntut untuk bersikap jujur saat membeli, karena di kantin ini para siswa harus melayani dirinya sendiri saat akan membeli barang, termasuk saat mengambil uang kembalian.
                Maka, dapat disimpulkan selain bermanfaat sebagai tempat melepas penat bagi para siswa, kantin kejujuran ini dapat juga digunakan sebagai media penyalur pendidikan karakter yang diberikan SMA N 1 Salatiga kepada para siswanya.
                Di dunia ini tidak ada sesuatu yang sempurna. Nah, termasuk kantin ini juga. Kantin kejujuran ini memiliki kekurangan. Misalnya saja ada siswa yang tidak bersikap jujur. Bukannya mendapat untung dan bermanfaat malah akan merugi dan merusak moral siswa. Siswa yang mengambil barang seenaknya saja tanpa membayar dikantin ini akan ketagihan untuk berperilaku seperti itu terus menerus.
                Akan tetapi, kantin ini akan berhasil membentuk karakter dan untung apabila para siswa berpartisipasi dengan baik, yaitu dengan bersikap jujur. Sayangnya belum banyak sekolah yang menggunakan kantin kejujuan semacam ini sebagai media penyalur pendidikan karakter.
               

Ponsel di Jam Pelajaran...


 Oleh: Fransiska Retno .K (09)

Bagi kalangan remaja, ponsel merupakan benda yang tak asing lagi. Bahkan, dengan perkembangan zaman yang sedemikian rupa ini, fungsinya juga semakin berkembang. Sehingga tidak hanya sekedar alat untuk berkomunikasi, seperti telepon dan SMS saja.


Fungsi ponsel yang semakin inovatif membuat kebanyakan pelajar memanfaatkannya untuk membantu proses pelajaran. Misalnya fasilitas internet, yang sangat berguna sebagai sumber bahan-bahan tugas.


Bukan hanya itu saja, ponsel juga menawarkan fasilitas lain yang tak kalah berguna. Seperti kalkulator, kamus, dan lain sebagainya. Namun penggunaannya terutama ketika proses kegiatan belajar mengajar perlu diawasi. Guna mengantisipasi apabila siswa menggunakannya untuk kepentingan yang lain.


Penyalahgunaan ponsel sepertinya tidak hanya terjadi di kalangan pelajar semata. Bahkan telah sering dijumpai bahwa guru juga tidak menggunakan ponsel untuk tujuan yang semestinya. Melainkan untuk kepentingan dirinya sendiri, yang sama sekali tidak ada sangkut-pautnya terhadap kegiatan belajar mengajar.


Yang menjadi keprihatinan kita bersama adalah ketika guru tidak mengajar muridnya, kemudian malah asyik mengotak-atik ponselnya. Ya, apalagi kalau bukan sms-an, atau bahkan BBM-an. Hal ini sangat melenceng dari tujuan guru, yakni mengajar dan mendidik. Jika gurunya saja seperti itu, bagaimana dengan siswanya?


Maka dari itu, sebaiknya siswa dan guru meningkatkan kesadaran diri masing-masing. Agar proses kegiatan belajar mengajar bisa berlangsung baik dan lancar. Guna masa depan yang lebih baik. Setuju? :D

Kantin Kejujuran dalam Pendidikan Karakter

                     Saat ini disinyalir nilai-nilai karakter generasi muda bangsa Indonesia mengalami penurunan yang sangat drastis. Tercermin dengan rasa nasionalisme yang semakin menurun, nilai moral yang hampir tidak terlihat lagi, menurunnya rasa solidaritas dan timbulnya rasa individualisme, dan banyaknya pelanggaran-pelanggaran hukum yang dilakukan siswa.Oleh karena itu saat ini sistem pendidikan bangsa Indonesia juga berfokus pada bagaimana upaya membangun karakter generasi muda yang berkualitas. Berbagai langkah mulai dilakukan untuk membangun nilai karakter, salah satunya yang paling banyak kita lihat adalah munculnya kantin kejujuran di sekolah-sekolah. Apakah hal ini cukup efektif untuk membangun nilai-nilai karakter ?
                Kantin kejujuran sebenarnya seperti sebuah koperasi sekolah pada umumnya dimana tersedia berbagai kebutuhan siswa pada umumnya. Namun bila dikoperasi sekolah kita akan dilayani ketika kita berada di koperasi di koperasi tersebut, sedangkan bila di kantin kejujuran tidak seorang pun akan melayani kita melainkan kita sendirilah yang harus melayani diri kita sendiri mulai dari memilih barang hingga membayar.
                Salah satu alasan mengapa kantin kejujuran menjadi salah satu cara untuk membangun karakter adalah  karena disana dapat tercermin banyak nilai-nilai karakter. Kita sebagai siswa bisa melatih kejujuran kita melalui barang yang kita ambil apakah sesuai dengan nilai nominal yang kita bayar, apakah kita akan mencuri uang yang atau barang yang ada di kantin kejujuran karena tidak ada tempat khusus yang menjadi tempat penyimpanan juga tidak ada yang menjaganya. Tanggung jawab kita juga dilatih dimana kita sebagai siswa bisa memegang kepercayaan yang sekolah berikan untuk ikut mengelola kantin kejujuran dengan menunjukkan bukti kantin kejujuran dapat terus beroperasi. Kerapian kita dapat terlihat ketika kita mengambil barang ada kalanya kita akan menaruhnya di tempat yang lain atau tidak ditempat yang semula. Di kantin kejujuran juga dapat tercermin kedisiplinan kita dengan kebiasaan kita yang tidak suka berhutang. Kemandirian kita juga akan tercermin dari bagaimana cara kita memilih barang yang benar-benar kita butuhkan.
                Akan tetapi dalam praktek yang sebenarnya akan cukup sulit mengetahui mana yang sudah memiliki karakter yang baik atau belum. Karena di dalam kantin kejujuran kita hanya dapat melihat hasilnya secara umum karena tidak hanya beberapa siswa saja yang ikut bertransaksi di kantin kejujuran melainkan seluruh siswa dalam sekolah tersebut. Akibatnya hasil yang kita peroleh tidak mengacu pada satu individu secara signifikan, sehingga akan menyulitkan bila ingin memperbaiki karakter seorang individu saja. Padahal untuk hasil yang kita harapkan tidak hanya banyak siswa saja yang memiliki karakter yang baik melainkan seluruh siswa memiliki karakter yang baik. Supaya dapat menjadi generasi penerus bangsa yang baik. Untuk memperoleh hasilnya juga membutuhkan waktu yang cukup lama ( selama beberapa periode) tidak bisa dalam waktu yang singkat.
                Kantin kejujuran merupakan langkah awal dalam pendidikan karakter dimana siswa dapat menunjukkan nilai karakter yang sudah ia miliki dalam kehidupan sehari-harinya. Setelah diperoleh bukti yang nyata dari nilai karakter sebuah sekolah, pihak sekolah sebaiknya melakukan langkah untuk menindak lanjuti hasil tersebut. Seperti bila ditemukan hasil yang kurang memuaskan pihak sekolah bisa mengadakan kegiatan yang lebih membangun nilai karakter siswa, contohnya dengan mengadakan seminar pendidikan karakter maupun mengundang pihak terkait untuk membantu memperbaiki niai karakter sekolah tersebut. Bila ditemukan hasil yang memuaskan pihak sekolah bisa memperluas kantin kejujuran maupun melakukan kegiatan yang dapat membuat siswa menunjukkan nilai kepribadiannya yang baik. Kantin kejujuran adalah sebuah awal yang baik untuk melihat bagaimana nilai karakter sebuah sekolah, tetapi tidak untuk mencari tahu nilai kepribadian seorang individu. Kantin kejujuran juga kurang efektif dalam mendidik karakter siswa karena yang terlihat disana adalah karakter siswa yang sudah mereka miliki selama ini sehingga akan cukup sulit untuk merubahnya. Sehingga kantin kejujuran hanya akan berjalan dengan efektif untuk membangun nilai karakter bila di dukung dengan adanya program lain yang sifatnya langsung memperbaiki karakter siswa.

                                                                                                                            Alfapetra Meisky Astawan
                                                                                                                                                X-10/ 02

Rabu, 25 Januari 2012

“UPAYA PENERAPAN PENDIDIKAN KARAKTER”

Sekarang ini di Indonesia sedang gencar-gencarnya bahkan marak-maraknya panupaya penerapan pendidikan karakter bangsa terutama di kalangan pelajar. Banyak kegiatan yang diselenggarakan untuk mewujudkan karakter bangsa tersebut. Bahkan melalui bidang apapun agar para pelajar Indonesia terlihat karakter bangsanya. Tujuan penerapan pendidikan karakter bangsa itu sendiri adalah untuk menciptakan pelajar (anak bangsa) menjadi penerus bangsa yang sukses. Tidak hanya kesuksesannya saja, tetapi karakter pun turut terbentuk.
            Penerapan pendidikan karakter dapat diterapkan kepada para pelajar melalui seminar pendidikan karakter maupun penyuluhan-penyuluhan oleh para guru atau pengajar. Para pelajar tidak hanya menerima teori-teorinya saja, tapi juga harus ada pelaksanaan atau perwujudan dari pendidikan karakter tersebut. Dapat diterapkan dalam kegiatan ekstrakulikuler maupun organisasi sekolah. Maka dari itu pelajar dapat berpartisipasi secara langsung.
            Salah satu penerapan pendidikan karakter bangsa yang banyak digunakan atau dilaksanakan sekolah-seolah di manapun yaitu dengan dibuatnya “Kantin Kejujuran”. Pada dasarnya Kantin Kejujuran adalah kantin yang dapat menumbuhkan sikap jujur pada setiap siswa yang jajan di kantin tersebut. Nilai kejujuran itu sendiri yang disebut karakter bangsa. Hanya saja kejujuran itu diwujudkan dengan cara para siswa mengambil sendiri makanan, minuman, atau barang yang akan dibeli dan membayar serta mengambil kembalian sendiri. Oleh karena itu tanpa adanya suatu pelayanan, nilai kemandirian pun dapat menjadi perwujudan karakter bangsa dari kantin kejujuran tersebut.
            Makanan maupun minuman yang dijual kantin tersebut adalah jajanan yang sehat dan higenis, sehingga jajanan tersebut lebih aman dikonsumsi daripada jajanan yang diperjualbelikan di luar sekolah. Sayangnya, yang membeli pasti mayoritas dari siswanya, jadi guru dan karyawan juga harus membeli jajanan di kantin tersebut sehingga guru pun dapat berpartisipasi dalam terciptanya pendidikan karakter.
            Ada beberapa pro dan kontra dengan dibuatnya kantin kejujuran tersebut, seperti yang telah dijabarkan di atas adalah “pro” dari adanya kantin kejujuran. Maka dari itu, kontranya sendiri timbul dari para siswa. Para siswa cenderung bosan dengan makanan yang diperjualbelikan di kantin kejujuran tersebut. Kemudian para siswa memilih jajan ke kantin biasa yang makanannya lebih bervariasi dan tidak membosankan. Akhirnya kantin kejujuran tersebut mungkin akan semakin merugi karena para peminat atau siswa yang jajan di kantin kejujuran tersebut semakin menurun.
            Oleh karena itu, dengan adanya kontra tersebut para guru yang berperan dalam dibuatnya kantin kejujuran tersebut harus lebih kreatif dan inovatif agar peminat dari kantin kejujuran tersebut tidak semakin menurun. Misalnya saja dengan survey langsung ke kantin biasa, apa saja yang sering dibeli para siswa sehingga dapat tersedia di kantin kejujuran.
            Dengan demikian mungkin saja anda dapat menggunakan altenatif ini dalam upaya pendidikan karakter dengan lebih efektif, sehingga karakter bangsa benar-benar terwujud di kalangan pelajar Indonesia demi terciptnya penerus bangsa yang sukses dan berkarakter baik pula.

Paragraf argumentasi ini dibuat oleh :
MONICA WINDITASARI / X-10 / 16

Sistem Poin, efektifkah ?

Kedisiplinan bukan lagi hal yang asing bagi kehidupan kita.Sejak dini, keluarga kita telah menerapkan berbagai hal untuk kita jalani dan menjelaskan apa- apa saja yang sebaiknya kita hindari. Tentu saja dengan adanya hal tersebut , secara tidak langsung kita telah belajar untuk disiplin, karena engan sederhana keluarga kita mengajarkan, jika kita tidak disiplin maka kita akan mendapat hukuman. Namun, dengan cara seperti tu, sanggupkah kedisiplinan itu menetapdi dalam diri kita?
Anda sebagai remaja mungkin juga merasakan derasnya arus keingintahuan yang mengalir dalam diri Anda. Penelitian yang dilakukan oleh Fakultas Psikologi International Universitas Harvard mengungkapkan bahwa delapan puluh persen remaja dunia merasakan keraguan dan kepastian di saat yang bersamaan sehingga membuat kemerosotan prinsip hidup yang telah diajarkan, salah satunya adalah kedisiplinan yang telah diajarkan oleh keluarga. Di SMA Negeri 1 Salatiga, kedisiplinan sangat diperhatikan. Kedisiplinan dalam segala hal. Hingga diadakannya sistem poin untuk mendukungnya. Pelanggaran – pelanggaran yang dilakukan memiliki poin tersendiri yang nanti pada akhirnya akan diakumulasikan.
Menurut pengamatan yang di lakukan setiap harinya, bisa dilihat bahwa sistem poin berpengaruh tapi tidak terlalu efektif karena masih bisa dijumpai banyak siswa yang belum jera dengan sistem poin tersebut. Banyak siswa yang hanya berdisiplin disaat tertentu dimana guru yang biasanya ‘sensitif’ terhadap poin akan mengajar atau terlihat batang hidungnya.
Selain efektifitas, hal lain yang perlu dipertimbangkan adalah : pelanggaran dengan tingkat rendah tidak mendapat poin yang terlalu tinggi, padahal pelanggaran semacam itu justru pelanggaran yang sering dilakukan. Dengan pertimbangan itu, seharusnya bisa dilogika siswa tidak akan jera karena poin yang diberikan membutuhkan waktu yang lama untuk mencapai jumlah tertentu dan cukup untuk mengeluarkan mereka dari sekolah, mereka akan tetap santai menjalani pelanggaran – pelanggaran tersebut.
Faktor lain yang menyangkut efektifitas adalah : guru dapat dengan mudah memberi poin bagi siswa siswinya supaya dapat berdisiplin diri, tapi ada beberapa guru yang tidak bisa memberi contoh yang baik bagaimana cara berdisiplin diri. Sebagai contoh, ada beberapa guru yang meninggalkan pelajaran tanpa alasan yang jelas, bermain handphone ataupun bercakap – cakap saat menjaga ruang tes. Hal ini cukup membuat siswa berontak untuk mengikuti tata tertib karena guru mereka sendiri pun tidak memberi contoh yang baik.
Hal lain yang menjadi pertimbangan adalah : poin hanya membuat siswa jera, bukannya sadar. Mereka takut melakukan sesuatu hanya karena takut poin mereka bertambah dan akan penuh, bukannya sadar bahwa apa yang mereka lakukan itu salah. Ini justru tidak membentuk karakter, karenamenurut Izzati Rahma S.Psi ini hanyalah sebuah paranoid sesaat dan justru menekan mental, bukan membentuk karakter.
Pemberlakuan sistem poin untuk membentuk kedisiplinan ini tidak salah, hanya kurang tepat. Yang harus dicari solusinya adalah bagaimana caranya membuat siswa sadar atas apa yangmereka lakukan, tidak mengulangi hal yang salah, dan menerapkan yang benar agar menetap dalam diri mereka. Jika hanya jera yang dimaksudkan, sama saja membuat penekanan mental yang jauh lebih membahayakan.
Sistem poin yang diberlakukan ini memerlukan banyak pembenahan agar nanti pada pelaksanaannya bisa menjadi lebih efektif. Bagaimana caranya supaya poin ini membuat siswa sadar adalah jalan keluar yang harus dicari. Hukuman mungkin bukan cara yang tepat, akan tetapi pemberlakuan dari hati nurani, niat, logika, dan pikiranlah yang harus disetarakan agar menjadi padu dan menetap lama dalam diri kita.

Putri Ramadhani Nugraha 
X10 / 20

Antara Kantin Kejujuran dan Pembentukan Karakter

Saat bel istirahat berbunyi,kantin sekolah merupakan tujuan utama para siswa. Disana,tersedia beraneka ragam makanan dan minuman yang menjadi favorit para siswa. Ada pula penjaga kantin yang siap melayani mereka. Sehingga,mereka dapat langsung membayar jajanan yang mereka beli kepada penjaga kantin dan tak perlu repot untuk mencari kembalian.Kemudian,bagaimana dengan kantin kejujuran?

Beberapa sekolah mungkin sudah menetapkan adanya kantin kejujuran. Salah satunya adalah SMAN 1 Salatiga. Di sekolah tersebut,sudah diberlakukan kantin kejujuran. Dimana,siswa melayani dirinya sendiri tanpa adanya penjaga kantin yang melayani mereka. Apabila mereka ingin membayar,cukup meletakkan uang pada sebuah kotak pembayaran dan mengambil kembaliannya sendiri. Mereka tidak perlu bingung soal harga. Karena,daftar harga sudah terpasang di dinding kantin.

Dengan adanya kantin kejujuran di sekolah,diharapkan dapat menanamkan rasa tanggung jawab serta menumbuhkan sifat jujur pada siswa. Tidak hanya itu,kantin kejujuran juga dapat mealatih siswa untuk bersikap mandiri dimana mereka tidak bergantung pada penjaga kantin yang siap melayani mereka. Oleh karena itu,para siswa akan belajar untuk menjadi orang yang sabar karena harus mengantre saat mengambil kembalian. Meskipun menjadi orang yang sabar bukanlah hal yang mudah, tetapi sifat sabar harus ditanamkan sejak dini pada siswa salah satunya dengan kantin kejujuran.

Banyak manfaat yang bisa kita ambil dengan adanya kantin  kejujuran. Namun,ada beberapa hal yang perlu kita perhatikan mengenai kantin kejujuran. Mungkin kita akan beranggapan dengan melayani diri sendiri akan melatih kejujuran serta meringankan pekerjaan pengelola kantin. Namun,masih banyak siswa yang bersikap nakal dengan membayar setengah harga karena tidak adanya pengawasan khusus dari pihak pengelola.

Karakter seorang siswa dapat dibangun melalui kantin kejujuran. Misalnya saja,penanaman sifat jujur,tanggung jawab serta sikap mandiri.  Namun,kantin kejujuran perlu mendapat perhatian khusus dari pihak pengelola. Karena,tanpa adanya perhatian khusus dari pengelola,kantin kejujuran tidak akan berjalan lancar khususnya dalam pembentukan karakter siswa.






Tri Wahyuningtiyas.K
X-10 / 26